Petani Terpaksa Panen Dini Karena Lahan Pertanian Terendam Banjir

bibitunggul.co.id – Banjir terparah yang merendam lahan pertanian padi, terpantau di Kecamatan Glagah. Kondisi ini memaksa para petani melakukan panen dini padi lantaran takut membusuk. Akibat banjir, hasil produksi menurun drastis dan petani menanggung beban rugi yang lumayan besar.

Diguyur hujan intensitas tinggi selama dua pekan terakhir, membuat ketinggian debit air di sejumlah anak sungai di wilayah Kabupaten Lamongan, Jawa Timur meluap hingga mengakibatkan ratusan hektar tanaman padi terendam banjir.

Banjir setinggi 70 centimeter menenggelamkan padi, dan yang terlihat hanya dibagian pucuknya. Petani menyebut jika tidak segera dipanen sekarang, dipastikan batang dan akar tanaman padi akan cepat membusuk karena terlalu lama terendam air.

Salah satunya dialami Anwar Khoirul, petani di Desa Gempolpondowo. Sepetak sawah dengan luas satu hektar miliknya terendam banjir. Khawatir air semakin meninggi dan mengancam bulir padi, ia terpaksa melakukan panen dini.

Ia mengaku biaya yang dikeluarkan untuk memanen padi dalam kondisi banjir biaya yang dikeluarkan lebih besar. Sebab mengerahkan tenaga atau membayar buruh panen cukup banyak.

“Daripada tidak kebagian dan rusak akibat terendam banjir, terpaksa harus saya panen lebih cepat lebih baik. Meski usia padi belum sempurna, baru 70 hari. Idealnya masa panen padi itu usia 90 hari. alhamdulillah masih ada hasil, meski tidak maksimal, ” tutur Anwar Khoirul

Khoirul menyebutkan panen padi yang terendam banjir bukan perkara mudah. Selain ongkos mahal, petani juga harus membawa alat tambahan untuk memangkas padi-padi yang sudah terendam air tersebut.

“Ongkos buruh petik jika banjir seperti ini beda dengan bayar tenaga saat cuaca normal. Saat banjir begini lebih mahal. Biasanya Rp50.000 per orang sekarang saat banjir ongkosnya Rp75.000 per tenaga, ” katanya.

Setiba di pematang sawah atau tepi jalan, para petani menjemur padi sebelum dibersihkan menggunakan mesin. Akibat panen dini, harga jual dipastikan anjlok, lantaran kualitas gabah dinilai jelek oleh tengkulak.

“Butuh tempayan plastik, terpal dan perahu menjadi alat tambahan bagi petani yang memangkas padi-padi ini untuk diangkut ke badan jalan, selain sabit,” ucapnya seraya menarik terpal hasil panen padi.

Lantaran dibeli dengan harga rendah, petani mengalami kerugian cukup besar. Perhitungannya, dari biaya produksi dengan hasil panen saat padi kebanjiran tersebut pendapat yang diperoleh  tidak sesuai, kemudian dihadapkan dengan harga turun.

“Alasannya karena padinya dianggap masih ada airnya. Kalau digiling di huller tidak bisa utuh, ” keluh khoirul.

Banjir yang merendam padi milik petani ini, menurut Khoirul disebabkan melubernya anak sungai Bengawan Njero yang tak mampu menampung tingginya curah hujan selama dua pekan terakhir ini.

“Kerugiannya perkiraan puluhan jutaan rupiah per hektarnya. sebab dampak terendam air dan waktu panen belum tiba menyebabkan kualitas gabah turun dan harganya anjlok,” ucapnya.

Melihat kondisi ini, para petani berharap agar pemerintah, baik daerah dan pusat, untuk melakukan normalisasi sungai yang kerap menjadi penyebab banjir tahunan di kawasan bengawan njero.

“Banjir ini terjadi karena anak sungai bengawan njero meluap karena tidak sanggup menampung air hujan dengan intensitas tinggi,” katanya.

“Selama tidak dinormalisasi, musibah banjir bengawan njero akan terap terjadi. Ini saja sudah terjadi yang kedua kali di wilayah Glagah dengan total luasan sawah yang terendam banjir perkiraan ratusan hektar dari 29 desa, ” tandasnya.

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *