Budidaya Ubi Jepang Yuk

bibitunggul.co.id – Ubi jepang atau yang memiliki nama Latin Satsui maimo merupakan produk pertanian yang memiliki potensi untuk dikembangkan. Masa tanamnya hanya sekitar 4–5 bulan sedangkan ubi lokal perlu waktu 6–8 bulan. Pasarnya pun bukan hanya di dalam negeri, seperti supermarket dengan pasar ekspatriat (supermarket Jepang), pasar luar negeri seperti Korea dan Jepang juga terbuka lebar, hanya saja hingga kini  belum  bisa dipenuhi.

Melihat budidaya umbi-umbian belum digarap, mendorong  Wibowo Santoso untuk menjadi petani ubi jepang. Belum adanya pelaku usaha ubi jepang membuatnya leluasa hingga disebut-sebut sebagai pionir. “Saya bisa dibilang pionir yang tanam ubi Jepang di Indonesia, ilmunya dari Bob Sadino. Namun sayangnya karena karakteristik tanahnya beda dengan di Jepang, sampai saat ini ukuran ubi Jepang yang dihasilkan belum bisa seperti yang dihasilkan di Jepang,” ujar Wibowo.

     Menurut Wibowo, secara fisik ubi jepang memiliki bentuk memanjang dan cenderung lonjong seperti singkong dengan rasa lebih manis dari ubi lokal. Selain itu, ubi Jepang juga tidak gampang hancur, lembut, tidak berserat-serat (jarot) empuk ketika dikunyah dan mengandung vitamin A dan C. Dari sisi kesesehatan ubi Jepang juga dipercaya dapat mencegah dan mengobati berbagai penyakit, seperti mencegah tumor, maag, dan sakit mata. Tak heran ubi jepang cukup banyak dicari kalangan ekspatriat di supermarket menengah atas.
     Ubi jepang cocok ditanam di tanah berpasir, dengan suhu optimum sekitar 28 ºC, dan berada di ketinggian sekitar 600–1.000 mdpl (daerah pengunungan). Ubi jepang optimal ditanam secara organik yakni diberikan pupuk organik (kotoran kambing dan ayam) dan tanpa pestisida kimia. Dari satu hektar diperlukan beberapa mobil box kotoran ayam dan kambing. Setelah lahan diberikan pupuk lalu digemburkan dengan cangkul atau traktor dan didiamkan selama satu minggu.Tahap selanjutnya adalah membuat guludan (gundukan tanah) dengan lebar bawah ± 60 cm, tinggi ± 50 cm, dan jarak antar guludan 35 cm. Guludan tersebut ditutup plastik mulsa dan hanya diberikan lubang tanam dengan jarak 20×20 cm. Dari satu hektar lahan bisa ditanam 40 ribu tanaman atau menghasilkan 20 ton ubi jepang.

Bibit yang digunakan adalah batang yang diperoleh melalui perbanyakan secara vegetatif dengan stek pucuk agar lebih cepat. Selain itu bisa juga dengan perbanyakan generatif dengan biji hanya saja memerlukan waktu lebih lama. Bibit yang ditanam berasal dari varietas tanaman unggul sepanjang 20–25 cm dengan umur sekitar 2 bulan yang diambil bagian batang yang sehat, lingkar batang tidak terlalu kecil, dan memiliki ruas-ruas yang rapat dan buku-bukunya tidak berakar.Perbanyakan tanaman dengan stek batang atau stek pucuk secara terus-menerus mempunyai kecenderungan penurunan hasil pada generasi-generasi berikutnya. Oleh karena itu, setelah 3–5 generasi perbanyakan harus diperbaharui dengan cara menanam atau menunaskan umbi untuk bahan perbanyakan selanjutnya.

Pemeliharaan dilakukan dalam guludan yang tertutup plastik mulsa. Perawatan yang perlu dilakukan adalah menyulam atau mencabut bibit yang pertumbuhannya tidak bagus setelah tanaman berumur 3 minggu. Dan mencabut tanaman liar seperti rumput atau gulma. Agar tanaman sehat dan terpenuhi nutrisinya, maka harus diberi pupuk organik seperti Organox misalnya dengan dosis 10 ml dilarutkan dalam 1 liter air yang disemprotkan saat penyiraman tiap seminggu sekali. Sedangkan penyiraman dilakuakn tiap hari.

Ubi jepang sudah siap penen 4–5 bulan setelah tanam yang ditandai dengan ukuran sekitar 200 gram/umbi dan warna merah keunguan. Ubi jepang yang bagus adalah ubi yang memiliki kandungan tepungnya sudah maksimum, ditandai dengan kadar serat yang rendah dan bila direbus (dikukus) rasanya manis serta tidak berair.

Panen yang terlalu lambat ataupun terlalu cepat akan berakibat buruk terhadap mutu yang dihasilkan. Pemanenan yang terlambat di samping menurunkan kadar gula juga menyebabkan risiko terkena serangan hama. Panen harus dilakukan secara hati-hati agar kulit ubi jepang ini tidak rusak caranya dengan memotong batang ubi jalar dengan menggunakan parang atau sabit, kemudian batang-batangnya disingkirkan ke luar petakan sambil dikumpulkan. Kemudian guludan digali dengan cangkul. Ubi yang dipanen disimpan dalam keranjang atau container yang kapasitasnya untuk 50 kg. Setelah itu barulah ubi tersebut di disortir sesuai ukuran tingkatan.

Ubi yang telah dipanen dan akan langsung dikirim biasanya dicuci terlebih dahulu. Ubi jepang ini dapat disimpan hingga 5–6 bulan bahkan lebih tergantung dari cara penyimpanan. Cara yang paling praktis agar tahan lama disimpan adalah dibenamkan ke dalam pasir. Hal yang penting dilakukan dalam penyimpanan ubi ini adalah melakukan pemilihan ubi yang baik, tidak ada yang rusak, dan tempat penyimpanannya bersuhu rendah antara 27–30 ºC dengan kelembapan udara antara 85–90%.