Dengan Pestisida Nabati, Kini Petani Lada di Sumatera Selatan Antusias Kendalikan OPT

bibitunggul.co.id – OPT lada yang kerap merusak tanaman adalah penyakit busuk pangkal batang (Phytophthora capsica), penyakit kuning (Radophalus similisi dan Meloidogyne incognita), jamur pirang (Septobasidium sp.), dan penyakit keriting (pipper yellow mottle virus). Sementara itu, OPT dari golongan hama yang tergolong meresahkan adalah kepik pengisap buah, penggerek batang/cabang, dan kepik pengisap bunga.

Tiga kabupaten yang menjadi penghasil lada terbesar di Provinsi Sumatera Selatan adalah Kabupaten OKU Selatan, OKU Timur, dan Empat Lawang. Angka produksi di ketiga kabupaten tersebut adalah 2.762 ton (OKU Selatan), 2.250 ton (OKU Timur), dan 248 ton (Empat Lawang). Namun sayangnya, nilai rata-rata produktivitas pada ketiga kabupaten tersebut ternyata masih tergolong rendah. Salah satu penyebabnya adalah serangan organisme pengganggu tanaman atau OPT lada.

Serangan OPT dapat menyebabkan produksi menurun 30–40 persen. Selain itu, mutu lada yang dihasilkan tergolong rendah sehingga mengakibatkan harga jualnya murah

pemerintah tengah berupaya mengelola OPT lada dengan mengimplementasikan salah satu programnya, yakni Penerapan Pengendalian Hama Terpadu (PPHT).

Selama ini petani lada hanya memanfaatkan pupuk anorganik dan pestisida kimiawi untuk mengendalikan OPT lada di kebunnya. Selain itu, petani juga kerap melakukan kebiasaan yang salah seperti penyemprotan gulma dengan herbisida secara berlebihan. Kebiasaan lainnya ialah tidak membuat saluran drainase/parit keliling/rorak untuk tanah yang tidak memiliki tanaman penutup tanah.

Dalam UU Nomor 22 Tahun 2019 tentang Sistem Budidaya Pertanian Berkelanjutan pada Pasal 48 mengamanatkan perlindungan pertanian dilaksanakan dengan sistem Pengendalian Hama Terpadu (PHT) serta penanganan dampak perubahan iklim dan pelaksanaannya menjadi tanggung jawab Pemerintah Pusat dan Pemerintah Daerah. Dalam konsep PHT, penggunaan pestisida kimia sintetis menjadi pilihan terakhir ketika cara-cara pengendaliannya tidak mampu mengatasi serangan OPT.

Uji mutu akan dilakukan di laboratorium yang sudah terakreditasi dan hasilnya akan disampaikan dalam kurun waktu 3 minggu dari pengambilan sampel uji.

Pengendalian OPT lada dilakukan melalui beberapa tahap. Saat ini tahap yang sedang berlangsung adalah Berita Acara Serah Terima (BAST) barang dari Direktorat Perlindungan Perkebunan ke UPTD BPTP Dinas Perkebunan Provinsi Sumatera Selatan dan pengambilan sampel uji mutu pestisida nabati dari penyedia (PT Bio Sarana Indonesia) dilakukan oleh petugas pengambil contoh (PPC) Direktorat Jenderal PSP Kementerian Pertanian.

Petani setempat sangat antusias menerapkan pengendalian terpadu OPT dengan bahan-bahan yang ada di sekitar kebun. Kegiatan tersebut diharapkan dapat meningkatkan produksi.

Selama proses pengendalian, petani disarankan mengurangi penggunaan herbisida dengan menanam cover crop seperti Arachis pintoi. Sementara itu, untuk mencegah penyebaran penyakit dan genangan air, petani harus membuat rorak dan parit keliling/parit isolasi.

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *